Pemalang, CMI News – Pengelolaan sampah di Kabupaten Pemalang kembali menuai sorotan tajam. Kali ini, muncul dugaan bahwa alat Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Desa Surajaya tidak sesuai dengan spesifikasi yang dilaporkan.
Alat yang disebut-sebut memiliki kapasitas pengolahan 40 ton sampah per hari, ternyata hanya mampu mengolah sekitar 10 ton sampah. Hal ini memicu kritik keras dari berbagai kalangan masyarakat dan aktivis lingkungan.
Surya Adi Laksana, Sekretaris LBH Palu Gada Nasional (PGN) DPK Pemalang, menilai bahwa jika dugaan ini benar. Maka ini adalah bentuk kegagalan besar dalam perencanaan dan pengadaan alat.
“Jika alat tersebut benar hanya mampu mengolah 10 ton sampah per hari, sementara laporan pembeliannya mencantumkan kapasitas 40 ton, maka ada potensi manipulasi spesifikasi yang sangat merugikan masyarakat dan anggaran daerah. Pemerintah harus segera bertanggung jawab dan memberikan penjelasan kepada publik,” tegas Surya.
Ia juga meminta agar dilakukan audit menyeluruh terhadap spesifikasi dan performa alat TPST tersebut. Menurutnya, transparansi dalam pengadaan alat seperti ini adalah hal yang wajib dilakukan demi mencegah terjadinya pemborosan anggaran.
Krisis Sampah yang Kian Kompleks
Dugaan manipulasi spesifikasi alat TPST ini semakin memperburuk krisis sampah yang telah lama menjadi masalah serius di Kabupaten Pemalang. Sampah yang menumpuk di berbagai titik, termasuk di sekitar fasilitas umum seperti lapangan sepak bola, telah mencemari lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat.
“Saat ini, sampah-sampah hanya ditimbun di beberapa lapangan sepak bola, yang jelas bukan solusi jangka panjang. Pemerintah seharusnya fokus pada perencanaan matang, bukan sekadar menimbun sampah di beberapa lapangan sepakbola atau membeli alat tanpa memastikan kesesuaiannya dengan kebutuhan riil di lapangan,” tambah Surya.
Ia juga mendesak Pemkab Pemalang untuk segera melakukan investigasi mendalam dan melibatkan pihak independen untuk mengaudit spesifikasi alat tersebut. Selain itu, ia menyarankan agar pemerintah melibatkan masyarakat dan ahli lingkungan dalam proses perencanaan ke depan.